Langsung ke konten utama

Menulis jadi tempat pelampiasan terbaik saat overthinking


Orang lagi mumet kok disuruh nulis? Bukannya malah makin menguras tenaga, biar otak cepat pulih kalo diajak aktivitas.

Menurut gue, justru dari namanya aja udah "overthinking", berarti kelebihan beban pikiran. Terus ketika sedang berlebihan, berarti harus dikurangi toh. Caranya dengan menyalurkan pikiran atau emosi yang menumpuk ke suatu tempat lain. Beberapa orang senang menyalurkan "bebannya" walau untuk sementara ke berbagai kegiatan fisik seperti olahraga. Ada juga yang menyalurkannya ke hobi-hobi tertentu yang membuat hormon kebahagiaan meningkat sehingga rasa cemas dan pikiran berlebihan bisa lepas, entah efeknya sementara, jangka panjang atau hilang sama sekali. Tapi bukan berarti masalahnya yang hilang sih, kadang menyalurkan beban pikiran ke berbagai kegiatan bisa jadi kita mendapatkan hal baru untuk membantu kita menyelesaikan suatu masalah. 

Untuk gue pribadi overthinking bisa disalurkan ke hobi gue yang kebetulan berhubungan dengan alam. Mulai dari naik ke gunung, atau sekedar melihat pemandangan dari tempat tinggi dan banyak hal lainnya. Tapi kadang dibandingkan dengan kegiatan yang mengurus tenaga dan tentunya uang, menulis juga bisa menyenangkan buat gue. Terlebih lagi apa yang keluar dari pikiran kita, bisa begitu mudah dibagikan ke orang lain. Nggak tau juga kan dalam keadaan ini bisa jadi ada yang relate dengan keadaan gue sekarang, dan justru menemukan jalan keluar setelah membaca tulisan gue. 

Yang menarik dari menulis (atau dalam konteks saat ini ya mengetik didalam sebuah blog atau website), kita bisa berbicara panjang lebar tanpa harus ada orang lain yang face to face melihat kita. Isi pikiran mengalir begitu saja kadang tanpa kendali, walaupun akhirnya ada beberapa hal yang harus kita filter lagi isinya dan bahasanya karena mungkin ada yang gak bisa secara gamblang kita jelaskan di khalayak umum. 
Tapi ya untuk hal yang ini, balik lagi kepada sang penulis mau jujur dan terbuka atau menahan-nahan emosi.

Bukan hanya itu, menulis juga membuat kita berbicara tanpa perlu lawan bicara. Kemudian hari saat membaca tulisan ini lagi, mungkin kita akan tertawa dan senyum sendiri, mengingat kita pernah melewati masa senang atau sedih dan semua terekam dalam dunia digital yang entah bisa hilang kapan saja.
Dari, overthinking suatu hari mungkin tulisan ini bisa menjadi motivasi untuk orang lain agar tetap kuat.

Ada perasaan lega dan plong ketika tulisan selesai. Memang gak semua orang akan paham maksud tulisan kita. Yahh apalagi gue, bukan seorang jurnalis atau content writer, gue hanya senang bisa menuangkan isi pikiran dengan gaya ceplas-ceplos gue sampai kehabisan kata-kata dan secara tak sadar satu bongkahan batu besar overthinking itu perlahan terkikis dan menipis.

Yuk, coba mulai menulis. Jika malu dan takut berkata-kata di ranah publik mulailah dengan buku pribadi yang bisa kamu bawa kemanapun, istilah kerennya journaling. Tulisan keluh kesah, ide, mimpi atau khayalan yang mungkin tak masuk akal untuk orang lain. Tanpa sadar kamu sedang membuat catatan tentang dirimu. Mungkin nanti kita bisa berbagi isi catatan itu saat kita sama-sama sudah bukan lagi menjadi manusia yang disiksa beban pikiran.


Selamat menulis, kawan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wibu & K-Pop??

Wibu :) × K-Pop :D Welcome back to tulisan random, entah udah berapa banyak bacotan gue yang sungguh tidak berfaedah sama sekali :D tapi ya tapi..., gue harap ada beberapa tulisan yang bisa dijadikan motivasi yakss... Hari ini gue pengen share satu hal yang menurut gue pribadi, gak terlalu serius tapi bisa jadi serius sih...  (sejak kapan gue bisa serius)  Sebelumnya gue pernah bahas topik ini di salah satu platform media tulisan yang menjadi korban kerandoman gue. Dan di sana kalian bisa melihat sejarah, (apasih, sumpeh gaje banget gue) kenapa gue bisa masuk ke dunia fantasi yang menurut "sebagian orang" itu sesuatu yang abnormal, yang dibilang tukang "nge-halu" akan suatu hal yang tidak akan pernah bisa digapai.  (Kalo bisa digapai mah, gue bakal viral dong).   Baiklah gaes, tanpa berbasa-basi yang nantinya mengundang perdebatan sengit. Sebelum itu disclaimer dulu yee, gue cuma mau meluapkan aja, apa yang menjadi keresahan gue tentang stigma "Wibu &

Surat Cinta (Kepada) Diri Sendiri

Halo, Serli. Gimana nih kabarnya? biasanya kamu petangtang-tengteng, sekarang kok lebih banyak diem? Gampang nangis, gampang baperan. Kebanyakan mikir yang gak seharusnya dipikirkan, diajak ngomong malah bengong kek orang kesambet. Terus akhir-akhir ini jadi lebih suka nyetel lagu-lagu sedih dan nonton film yang bikin perasaan tambah amburadul.   Iya, paham. Lagi di masa itu kan? Lagi di masa yang penuh tanda tanya, rasa gagal dan kalah. Kehidupan gak jelas, percintaan gak jelas, mau apa kedepannya gak jelas, semuanya serba gak jelas, merasa hidup ini gak tentu arah. Satu-satunya yang jelas cuma kenyataan kalau hidup ini lagi di fase yang gak jelas.   Walaupun katamu "kalo bisa diselesaikan sendiri, kenapa harus ngerepotin orang?" , Tapi ya, gak apa-apa kalau mau berbagi dengan orang lain. Udah coba curhat ke teman-teman kan? Ehh tapi jangan kebanyakan cerita-cerita ya, kadang cerita ke orang-orang tuh gak bikin perasaan lebih lega. Banyak dari mereka yang nanya "kamu ke

Cerita Pendek (Delusi)

Sebenarnya, aku sudah terlalu lelah terus menerus mendengarkan kebisingan itu. Manusia juga butuh istirahat, aku pun sama, butuh untuk tidak memikirkan hal-hal yang membuatku kelelahan. Terkadang tanpa tidak sengaja, aku sedikit keceplosan, namun itu tidak mengubah kisah ini menjadi lebih baik. Ahh, entah bagaimana memulainya, semua berjalan begitu saja. Baik ibu, adik maupun tetangga yang mulai berisik akhir-akhir ini, sebenarnya... aku tidak begitu ingat. Ya, lebih tepatnya aku tidak ingin mengingatnya. Bukankah menyedihkan harus memaksa diri untuk melupakan hal semacam itu. Tetapi aku baru sadar bahwa dibalik kata "Melupakan" akan ada luka yang sulit untuk disembuhkan. Mungkin benar kata pepatah, "Menerima dengan hati yang ikhlas lebih baik daripada melupakan." dan hal semacam itu benar adanya, bahwa aku harus tau cara menerima ini semua. Tidak apa-apa, aku akan tetap menceritakannya karena kamu pun belum pernah mendengar kisah ini. Tapi, sepertinya ini akan me