Langsung ke konten utama

When We Talk About (Quarter Life Crisis) Opini


Sudah genap 24 tahun usia gue dan sudah selama itu juga gue mengalami berbagai peristiwa, pengalaman hidup yang enak walaupun kebanyakan gak enaknya. Siapa sangka gue bisa berdiri sampe detik ini, bahkan sampe gue ngerasa pengen menyerah tapi gue tetep dengan pendirian untuk stay.

Don't get me wrong, I am utterly grateful for this. Bisa bertahan di tengah gempuran teman-teman yang sudah menikah, memiliki pekerjaan, mempunyai rencana hidup yang terarah bahkan bisa mendirikan usaha sendiri. Inilah kenapa alasan gue hampir goyah, sering kali saat gue mencoba deep talk dengan diri sendiri, tetapi justru yang ada malah adu nasib, "enak elu mah raga, tiduran mulu, giliran gue nih pikiran mubeng" terus dijawab sama si raga "elu pikir rebahan gak capek, yang ada malah di omongin pengangguran gue!".

Emang kalo ngomongin tentang pencapaian hidup, gak akan ada abisnya sih. Mau udah jadi PNS pun masih tetep dapat gunjingan dari kanan kiri. Tapi setidaknya gak dapat bogem mentah kek si pengangguran


"Bukannya keluar kek, cari temen, bergaul sono!! Tiduran aja gak bisa bikin duit dateng!" 


Oke sudah cukup omongan pedas ini, izinkan gue untuk mengutarakan opini soal apa yang sedang terjadi, apa yang sedang gue rasakan dan perhatikan.

Semoga kalian yang mengalami masa-masa krisis kek gue bisa tetep waras ye.


Kehilangan sense of believe

Pas gue melihat beberapa postingan di Instagram, banyak banget temen-temen online yang posting tentang kelulusan wisuda. Jujur aja ye, gue merasa (sedikit) iri dengan mereka yang memiliki privilege untuk melanjutkan jenjang pendidikan.

Gimana ya, perasaan ini gak bisa gue sembunyikan sebegitu gampangnya, pasti ada cela buat gue lose control. Kadang tuh gue suka nyeletuk, "mungkin gue kurang mampu dan tidak beruntung untuk berada di posisi itu." 

Muncullah rasa tidak percaya akan kemampuan diri sendiri, menyalahkan setiap keputusan yang gue ambil bahkan yang lebih parahnya lagi, gue bisa overload dalam berfikir. Yang akibatnya mental gue hancur, perasaan campur aduk sampe gak tau apa yang harus gue lakukan.


Merasa belum produktif 

Nah, mungkin ini sedikit menyambung dari sisi perasaan gue, yang akhir-akhir ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah aja, sehingga gue menjadi mager alias males gerak, kek ada bisikan untuk tidak melakukan apa-apa. Tiap hari gue selalu disirami oleh perasaan tidak nyaman, merasa gak pantas untuk mengerjakan sesuatu atau menghasilkan suatu kegiatan.

Belom lagi, tetangga akan menambahkan bubuk pedas, kalo dilihat mungkin akan terdengar baik tapi tujuannya lebih menyindir. Ujung-ujungnya gue malah merasa kalo omongan mereka benar adanya. Overthinking lagi :(


Merasa terjebak dalam kesendirian

Gue bukan orang yang gampang curhat ke sana-sini, tuker pikiran atau ngobrol random sekedar hahahihi. Kalo gue mendadak mumpet dengan kegalauan, yang gue lakukan hanya memendam perasaan itu. Ya, sebenarnya ini gak baik banget sih, mau sebanyak apapun pikiran elu, seharusnya itu semua harus dikeluarkan. Tapi gue belum menemukan tempat bersandar yang cocok, gue masih ragu untuk membuka pembicaraan yang privasi soal kehidupan gue. Biar gimana pun, tempat ternyaman adalah salah satu ruang buat gue pribadi yang sangat sulit untuk didapatkan. Ini mungkin perasaan gue doang sih cuma my feeling are valid too, right?


Seakan "kehabisan" waktu

Ketika usia gue terus bertambah, akan muncul pikiran negatif tentang konsep usia. Banyak plan yang belum terselesaikan, belum memiliki pekerjaan, bahkan sekedar tabungan untuk kelanjutan hidup, gue tidak memiliki sepeserpun. Ada banyak yang gue pikirin tentang usia yang semakin menua, tetapi waktu untuk memperbaiki diri semakin berkurang. Akibatnya gue malah takut, ngerasa gak pantes ngeluh karena gak ada progres yang berjalan jadinya memendam stress sendiri dan berujung kelelahan.


Jadi harus gimana dong? Ya, gue juga belum memiliki jawaban yang tepat, tujuan dari tulisan ini kan bukan untuk ngasih solusi tapi cuma mau menyampaikan opini hehe.. gue masih terus mencoba berbagai cara buat ngurangin Quarter Life Crisis yang gue alami. 


Gak apa-apa mencoba terus, pada akhirnya kita akan menemukan jawabannya.

Sekian, terima kasih sudah mampir membaca, sampai jumpa...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wibu & K-Pop??

Wibu :) × K-Pop :D Welcome back to tulisan random, entah udah berapa banyak bacotan gue yang sungguh tidak berfaedah sama sekali :D tapi ya tapi..., gue harap ada beberapa tulisan yang bisa dijadikan motivasi yakss... Hari ini gue pengen share satu hal yang menurut gue pribadi, gak terlalu serius tapi bisa jadi serius sih...  (sejak kapan gue bisa serius)  Sebelumnya gue pernah bahas topik ini di salah satu platform media tulisan yang menjadi korban kerandoman gue. Dan di sana kalian bisa melihat sejarah, (apasih, sumpeh gaje banget gue) kenapa gue bisa masuk ke dunia fantasi yang menurut "sebagian orang" itu sesuatu yang abnormal, yang dibilang tukang "nge-halu" akan suatu hal yang tidak akan pernah bisa digapai.  (Kalo bisa digapai mah, gue bakal viral dong).   Baiklah gaes, tanpa berbasa-basi yang nantinya mengundang perdebatan sengit. Sebelum itu disclaimer dulu yee, gue cuma mau meluapkan aja, apa yang menjadi keresahan gue tentang stigma "Wibu &

Jangan lupa bahagia, seriusan ini cuy!

Beberapa bulan belakangan ini gue sering banget mendengar omongan-omongan yang bikin down , entah itu tentang pekerjaan, lifestyle bahkan kehidupan pribadi gue yang penuh dengan tanda tanya.  Jadi begini temen-temen, kadang menerima saran dari orang tuh ada baiknya. Gue salah satu orang yang sering banget mendapatkan saran karena menurut gue kita perlu loh menanyakan hal yang gak bisa kita kelola sendiri, but sometimes people change. Termasuk diri gue sendiri.  Manusia gampang berubah, hal tersebut bukan sesuatu yang baru. Ada yang berubah kearah yang lebih baik, ada pula kearah yang buruk. Ada yang berubah karena kesadaran sendiri. Ada yang terpengaruh keadaan sekitar. Perubahan bisa terjadi secara drastis dan begitu cepat namun ada juga yang berubah secara perlahan. Kadang perubahan ini yang dapat mendatangkan kebahagiaan atau justru kesedihan. Tapi entah kenapa gue setuju dengan lagu dari album Indigo-RM judulnya "change pt 2" "Things change, people change Everythin

Menulis jadi tempat pelampiasan terbaik saat overthinking

Orang lagi mumet kok disuruh nulis? Bukannya malah makin menguras tenaga, biar otak cepat pulih kalo diajak aktivitas. Menurut gue, justru dari namanya aja udah "overthinking" , berarti kelebihan beban pikiran. Terus ketika sedang berlebihan, berarti harus dikurangi toh. Caranya dengan menyalurkan pikiran atau emosi yang menumpuk ke suatu tempat lain. Beberapa orang senang menyalurkan "bebannya" walau untuk sementara ke berbagai kegiatan fisik seperti olahraga. Ada juga yang menyalurkannya ke hobi-hobi tertentu yang membuat hormon kebahagiaan meningkat sehingga rasa cemas dan pikiran berlebihan bisa lepas, entah efeknya sementara, jangka panjang atau hilang sama sekali. Tapi bukan berarti masalahnya yang hilang sih, kadang menyalurkan beban pikiran ke berbagai kegiatan bisa jadi kita mendapatkan hal baru untuk membantu kita menyelesaikan suatu masalah.  Untuk gue pribadi overthinking bisa disalurkan ke hobi gue yang kebetulan berhubungan dengan alam. Mulai dari na