Langsung ke konten utama

Jangan lupa bahagia, seriusan ini cuy!

Beberapa bulan belakangan ini gue sering banget mendengar omongan-omongan yang bikin down, entah itu tentang pekerjaan, lifestyle bahkan kehidupan pribadi gue yang penuh dengan tanda tanya. 


Jadi begini temen-temen, kadang menerima saran dari orang tuh ada baiknya. Gue salah satu orang yang sering banget mendapatkan saran karena menurut gue kita perlu loh menanyakan hal yang gak bisa kita kelola sendiri, but sometimes people change. Termasuk diri gue sendiri. 


Manusia gampang berubah, hal tersebut bukan sesuatu yang baru. Ada yang berubah kearah yang lebih baik, ada pula kearah yang buruk. Ada yang berubah karena kesadaran sendiri. Ada yang terpengaruh keadaan sekitar. Perubahan bisa terjadi secara drastis dan begitu cepat namun ada juga yang berubah secara perlahan. Kadang perubahan ini yang dapat mendatangkan kebahagiaan atau justru kesedihan. Tapi entah kenapa gue setuju dengan lagu dari album Indigo-RM judulnya "change pt 2"

"Things change, people change

Everything change

Love change, friends change

Everyone change,

It is not strange

That's the world's shape"


Mari kita mulai saja ceritanya. Be prepare karena ini bakalan gak rapih dan mungkin akan belok entah kemana. Semoga kalian bisa mengikuti 3 bulan terakhir gue sedang dalam kondisi burn out parah. Kurang lebihnya, I'm exhausted for trying to be stronger than I feel. Ini bukan soal gak bersyukur dan tidak berusaha untuk menjadi dewasa. Tapi lebih kearah gue sudah sampai ke titik akhir tapi dipaksa untuk lebih berusaha. Menurut gue, ini sesuatu yang memperparah kondisi psikis orang.


Gue adalah tipe orang-orang bodoh yang optimis. Tipe INFP yang penuh kreatifitas sehingga beberapa orang mengira gue bisa memberikan banyak ide out of the box. Nggak jarang gue akan memaksimalkan usaha untuk memenuhi ekspektasi dari orang-orang. Bagian paling kesalnya itu sebetulnya adalah kebodohan gue sendiri. Gue akan merasa terpuruk banget ketika rencana gak ada yang bisa direalisasikan. terkadang gue menyalahkan diri sendiri atas kegagalan itu. Gue hidup udah 25 tahun, bukan untuk membandingkan tapi percaya deh, lo akan jadi cranky kalau melihat keadaan yang lebih buruk dari hidup lo. Terkadang bukan hanya pola pikir tetapi lingkungan kerja. Oke gue kasih contoh ya. 


Saat-saat gue kerja sebagai seorang pengajar, menurut gue ini adalah momen terbaik dalam perjalanan karir gue. Semua orang akan lebih menganggap gue hidup sebagai seorang manusia. Dengan segala macam keahlian yang dimiliki "guru" yaitu lo bisa public speaking, berkomunikasi, inisiatif, memotivasi, kreatif, dan memiliki segudang keahlian lainnya. Tetapi along the way gue belajar banget kenapa kerja sebagai pengajar mesti terlihat baik dengan tutur kata yang sopan. Jujur ini terbalik banget dengan kepribadian gue, bukan hal yang mudah harus terus bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Sometimes gue ngerasa capek aja, emang selama ini gak keluar untuk piknik ke mana gitu.


~~~~~

Emang kadang kesal juga kalau kerja di lingkungan multitalent. Otomatis lo akan ngikut cara berfikir dan cara kerja mereka. Dipaksa lagi untuk lebih memaksimalkan potensi. Dari semua itu gue berusaha bertanya sama diri sendiri "Gue fit in gak sih sama kondisi gue sekarang? apa gue salah memilih pilihan karir and dealing with people like this udah jadiin gue public expectations?"

Semua perasaan bersalah itu menghantui gue sampe burn out parah.


Setiap pekerjaan yang gue lakukan gue akan menyalakan diri sendiri ketika itu tidak berjalan dengan baik, terhambat dengan rasa tidak nyaman sehingga gue selalu bilang ke diri sendiri kalau ini akan berakhir menggerogoti hidup gue. there’s no chance for me to improve myself. Intinya gue lebih banyak menyalahkan diri gue sendiri untuk hal-hal yang sebetulnya bukan menjadi beban gue sepenuhnya.


Seorang teman dekat, waktu gue secara nggak sengaja curhat menyemangati gue selayaknya teman pada umumnya. But well, i still blame myself at that time.


Gue mulai mikir bahwa gue kadang dianggap nggak punya attitude baik dalam bekerja tapi herannya beberapa orang bilang bahwa gaya kaya gue yang diperlukan karena too many people sungkanan terus akhirnya hasil B aja. Mau perfecto yah butuh ditempa, dihajar habis-habisan mentalnya, nggak bisa mental B aja.


Dari sini gue sadar bahwa banyak hal di dalam hidup yang gue pedulikan. Gue gak memberikan kesempatan otak gue untuk istirahat dan ketika gue mulai merasakan burn out maka itu sinyal bahwa gue harus lebih care terhadap diri sendiri, jangan pusingin hal-hal yang gak seharusnya gue pikirin. Biarkan semua itu menjadi standar bagi masyarakat tapi tidak menjadi penghalang buat gue itu bener-bener nggak worth my time, nggak worth my energy.


Buat yang baca ini dan sadar ini tentang lo, yes, sorry banget if i was a jerk back then. But now, i don’t really give a fuck about anything but my happiness. Life is too short to get drown in this shitty business competition.

My happiness is what matters to me.


That’s all

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wibu & K-Pop??

Wibu :) × K-Pop :D Welcome back to tulisan random, entah udah berapa banyak bacotan gue yang sungguh tidak berfaedah sama sekali :D tapi ya tapi..., gue harap ada beberapa tulisan yang bisa dijadikan motivasi yakss... Hari ini gue pengen share satu hal yang menurut gue pribadi, gak terlalu serius tapi bisa jadi serius sih...  (sejak kapan gue bisa serius)  Sebelumnya gue pernah bahas topik ini di salah satu platform media tulisan yang menjadi korban kerandoman gue. Dan di sana kalian bisa melihat sejarah, (apasih, sumpeh gaje banget gue) kenapa gue bisa masuk ke dunia fantasi yang menurut "sebagian orang" itu sesuatu yang abnormal, yang dibilang tukang "nge-halu" akan suatu hal yang tidak akan pernah bisa digapai.  (Kalo bisa digapai mah, gue bakal viral dong).   Baiklah gaes, tanpa berbasa-basi yang nantinya mengundang perdebatan sengit. Sebelum itu disclaimer dulu yee, gue cuma mau meluapkan aja, apa yang menjadi keresahan gue tentang stigma "Wibu &

Menulis jadi tempat pelampiasan terbaik saat overthinking

Orang lagi mumet kok disuruh nulis? Bukannya malah makin menguras tenaga, biar otak cepat pulih kalo diajak aktivitas. Menurut gue, justru dari namanya aja udah "overthinking" , berarti kelebihan beban pikiran. Terus ketika sedang berlebihan, berarti harus dikurangi toh. Caranya dengan menyalurkan pikiran atau emosi yang menumpuk ke suatu tempat lain. Beberapa orang senang menyalurkan "bebannya" walau untuk sementara ke berbagai kegiatan fisik seperti olahraga. Ada juga yang menyalurkannya ke hobi-hobi tertentu yang membuat hormon kebahagiaan meningkat sehingga rasa cemas dan pikiran berlebihan bisa lepas, entah efeknya sementara, jangka panjang atau hilang sama sekali. Tapi bukan berarti masalahnya yang hilang sih, kadang menyalurkan beban pikiran ke berbagai kegiatan bisa jadi kita mendapatkan hal baru untuk membantu kita menyelesaikan suatu masalah.  Untuk gue pribadi overthinking bisa disalurkan ke hobi gue yang kebetulan berhubungan dengan alam. Mulai dari na