Akhir-akhir ini gue jadi produktif banget, baru aja dua hari yang lalu update tulisan sekarang udah muncul tulisan baru (seneng deh...) tapi ada beberapa faktor yang membuat gue jadi pengen nulis, mungkin karena keresahan gue sedang memuncak dan isi pikiran yang amburadul ini butuh dibebaskan. Ada baiknya sih, kalau terus menerus dipendam mungkin akan menjadi penyakit buat diri gue sendiri, apalagi gue tuh orangnya suka gak enakan, ngerasa kalau "lebih baik diam saja deh", gak usah ikut campur dan berdebat hanya karena beda pendapat. Yappz, itulah gue yang menerapkan konsep batasan agar gue tidak masuk dalam lingkaran permasalahan, tapi sebagai orang yang pernah ikut dan bergabung dengan kumpulan orang-orang yang cukup kritis kadang tuh gue suka kebablasan nyeletuk untuk mengkritik pendapat orang yang berbeda dengan pikiran gue, bukan untuk menang apalagi dipandang, hanya saja topik yang mereka bicarakan bikin gue meradang.
Misal, baru-baru ini ketika gue sedang asyik scrolling medsos yang isinya lagi penuh dengan cuitan kehidupan Lesti, yang mengumumkan bahwa mencabut gugatan cerai dan berdamai dengan suaminya. Gue tau ini bakal jadi pro-kontra se-Indonesia yang di mana kasus tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa ditoleransi oleh siapapun, KDRT. Gue sendiri cukup familiar dengan topik Kekerasan Dalam Rumah Tangga, apalagi lingkungan tempat tinggal gue, masih banyak yang tidak terlalu perduli dengan urusan keluarga orang lain, apalagi masalah privasi yang berhubungan dengan suami-istri.
Bisa dibilang ini adalah penyakit masyarakat, karena ketika ada seorang istri yang mengalami KDRT, hampir tidak ada bahkan jarang ada yang mau membantu atau melindungi si korban, sebab alasan utama seperti yang gue sebutkan tadi, mereka menganggap bahwa ini urusan PRIVASI dan gak ada yang boleh ikut campur. Tetapi yang bikin gue heran masyarakat malah asyik menonton aksi bejat si suami yang merasa sebagai seorang kepala rumah tangga dan gentleman berhak memukuli sang istri. Setelah itu akan terjadi perkumpulan gosip yang beredar secepat share-an emak-emak di grup chat WhatsApp, mereka membedah hingga dalam, sampai akhirnya menemukan fakta baru yang memanipulasi, bahwa si perempuan lah yang bersalah. Lalu mengetok palu bagaikan seorang hakim, masyarkat memandang si perempuan telah menerima ganjaran karena tidak mematuhi suaminya.
Ini seperti guyonan yang garing, tidak lucu dan juga malah bikin muak. Seperti hal yang lumrah jika perempuan tidak patuh, tidak nurut bahkan tidak melayani dengan baik si suami maka akan mendapatkan bogem mentah. Why?? Ini bikin gue geram banget, bahkan perempuan yang sudah berkeluarga saja masih bisa dihakimi sebegitu mudahnya, kek kehidupan perempuan tuh sudah termakan oleh patriarki, udah gak ada harapan untuk membuktikan kalau keberadaan perempuan itu bisa lebih baik dari ini. Apalagi dengan stigma yang populer dikalangan masyarakat bahwa perempuan itu harus cepat-cepat menikah agar tidak menjadi perawan tua. Lagi-lagi dong, keberadaan perempuan menjadi bahan gunjingan yang sangat empuk untuk disantap oleh sekumpulan orang-orang yang sudah menjadi budak patriarki.
Dengan lantangnya berbicara bahwa perempuan banyak mengundang sahwat bagi kaum laki-laki jadi lebih baik disegarkan untuk dinikahkan oleh seorang laki-laki yang mau menafkahinya. Alasan ini yang bikin gue tambah geram, gampang banget membuat stigma bahwa perempuan yang membuat syahwat seorang laki-laki bergejolak. Please look again, kita sama-sama manusia yang mempunyai batasan dan rem dalam melihat serta menilai, so kalau ada seorang perempuan dengan menggunakan baju mini terus si laki-laki merasa telah dibangunkan syahwatnya apakah ujuk-ujuk itu salah perempuan?
Kita hidup di dalam masyarakat yang berbeda suku, budaya, etnis, dan kepercayaan. Tentu akan banyak perbedaan dalam segala aspek, salah satunya penampilan, gaya berpakaian serta pemikiran. Apakah itu semua kurang jelas untuk menjadi tolak ukur menilai bahwa pakaian yang mini bukanlah satu kesalahan untuk menyerang perempuan. Tetapi, people's thoughts yang bisa menjadi landasan untuk menilai apakah itu sesuatu yang baik atau tidak, kita bisa lebih membuka jalan pikiran untuk mengontrol segala emosi agar tidak terjerumus ke dalam pemikiran yang buruk.
Untuk itu, perlu banget edukasi tentang kesetaraan gender bagi masyarakat agar tidak ada lagi stigma buruk terhadap perempuan, apalagi perihal pilihan hidupnya. Semua orang mempunyai kemampuan dan kapasitas tersendiri untuk menentukan kehidupan seperti apa yang diinginkan, so tidak perlu mengganggu apalagi mengusik pilihan hidup masing-masing yang sudah dijalankan, kita hanya perlu mendukung dan memberikan support yang baik untuk segala pilihannya.
Dan satu lagi yang ingin gue sampaikan kepada siapapun yang membaca tulisan ini, banyak opini tentang perempuan yang menikah hanya karena agar kehidupan ekonominya membaik, buat gue pribadi ini pandangan yang sangat salah sebab dari sinilah faktor utama penyebab KDRT terjadi, padahal banyak cara untuk perempuan bisa mengembangkan potensi dirinya dan memberikan kontribusi yang baik agar perempuan tidak lagi dinikahkan hanya karena faktor ekonomi, seharusnya pemerintah lebih gencar lagi untuk mendukung dan mensupport gerakan-gerakan perempuan supaya dapat berdaya lebih baik.
So, akhir kata dari tulisan hari ini, yang tiba-tiba banget gue pengen share walaupun nantinya akan ada banyak pendapat yang berbeda, tetapi gue terima itu semua karena balik lagi kita hidup di lingkungan yang banyak banget perbedaan, jadi tidak apa-apa jika pendapat kalian nanti berbeda dengan pendapat gue tapi jangan jadikan hal ini sebagai pernyataan perang ya gaes, keep living in peace with all the differences. Terima kasih telah membaca tulisan ini dan sampai jumpa...
Komentar
Posting Komentar